KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah
SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua
sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat beserta salam semogga
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Yang selalu kita nantikan syafa’atnya dihari
akhir nanti.
Dalam makalah yang kami beri
judul “KODIFIKASI DAN
PENCETAKAN AL-QURAN” ini secara khusus guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Al-Quran. Besar harapan kami, makalah
ini dapat menambah khazanah khususnya di dalam Sejarah Islam.
Ucapan terima kasih kepada
Bapak Drs.H.Abd.Madjid,Msi.
Yang telah
memberikan bimbingannya. Serta teman-teman semua yang telah bersedia
meluangkan waktu hingga makalah ini selesai.
Dalam penyusunan
makalah ini tentunya kami sadar masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk penyusunan makalah yang
selanjutnya. Semoga apa yang kami
paparkan dalam makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat Islam mempercayai bahwa Al-Qur'an adalah penutup wahyu Allah yang
diperuntukan bagi manusia yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
perantara Malaikat Jibril.
Al-Quran tidak turun
secara keseluruhan melainkan secara berangsur-angsur selama duapuluh dua tahun
dua bulan duapuluh dua hari, pada perjalanannya Al-Qur’an mengalami penulisan
(pencetakan dalam bentuk teks). Penulisan Al-Qur’an sudah dimulai sejak zaman
Nabi Muhammad SAW yang berlanjut pada masa khalifah Abu Bakar sampai kepada
masa khalifah Utsman bin Affan.
Pada masa pemerintahan
selain Abu Bakar dan Utsman bin Affan tidak terjadi perkembangan yang signifikan
terkait dengan kodifikasi Al-Qur’an. Kodifikasi Al-Qur’an sendiri terjadi pada
masa Abu Bakar dan pada masa Utsman bin Affan terdapat beberapa perbedaan
penyebab perbedaan adanya kodifikasi dan hasil dari kodifikasi
yang nanti akan dibahas perbandingan antara kedua Khalifah tersebut .
Transformasi menjadi teks yang seperti Al-Qur’an sekarang ini dilakukan pada
zaman Utsman bin Affan yang juga disebut Mushaf Utsmani
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas kita bisa
mengambil rumusan masalah, yaitu Bagaimana Proses kodifikasi pada masa Nabi
saw, Abu bakar, Utsman bin Affan, dan setelah masa khulafa’u rasyidin ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kodifikasi Al-Quran
Mushaf Al-Quran yang ada ditangan kita sekarang ini ternyata telah melalui perjalanan
yang sangat panjang selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang silam dan
mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu
jaminan atas keotentikan Al-Quran langsung diberikan oleh Allah SWT yang
termaktub dalam Al-Quran surah Al-Hijr ayat .
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan
adz-Dzikr (Al Quran), dan kamilah yang akan menjaganya”
B. Kodifikasi dan Penulisan Al-Quran Pada Masa Rasulullah SAW
Kerinduan nabi atas kehadiran wahyu
tidak saja diekspresikan dalam bentuk hafalan, tetapi juga dengan bentuk
tulisan. Setiap kali sehabis rasulullah menerima wahyu, rasulullah memanggil beberapa orang
sahabat dan rasulullah memerintahkan salah seorang lakai-laki
Mereka disebut juga sebagai kuttab al-wahyi
(para penulis wahyu) diantaranya adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin
Affan, Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Mu’awiyyah bin Abu
Sufyan, Yazid bin Abi sufyan, Kholid bin Sa’id bin Al-Ash, Hanzhalah bin
Ar-rabi’, dan lainnya.
Proses penulisan
pada masa Nabi sangatlah sederhana, mereka menggunakan alat tulis yang sangat
sederhana yang berupa kulit kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan batu.
Setelah selesai menulis wahyu tersebut lalu dikumpulkan di kediaman Rasulullah
SAW, dan masing-masing dari mereka menyimpan satu naskah.
Pada masa
Rasulullah penjagaan Al-Qur’an dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Al-Jam’u fi al-shudur
Setiap kali
Rasulullah menerima wahyu beliau sesegera mungkin menyampaikannya kepada para
sahabat untuk kem,udian mereka hafal. Seorang sahabat pernah bekata, “Al-Qur’an
diwariskan dari generasi ke generasi dengan hafalan dan bukan dalam bentuk
mushaf sesungguhnya anugrah ummat ini.
b. Al-Jam’u fi al-shutdur
Pada masa Rasulullah,
penulisan Al-Qur’an sudah dilakukan secara terpisah-pisah, ayat-ayat Al-Qur’an
telah tercatat dalam mushaf-mushaf. Para penulis penulis Al-Qur’an adalah
orang-orang pilihan antara yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah SAW.
C. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin Khattab
Penulisan Al-Qur’an
bukanlah suatu hal yang baru sebab Rasulullah pernah memerintahkannya, hanya
saja pada waktu itu Al-Qur’an terpencar-pencara pada pelapah kurma, batu, dan
lainnya. Abu Bakar kemudian berinisiatif untuk menghimpun semuanya[1].
Al-Qur’an telah
mulai ditulis sejak masa Rasulullah SAW, awal mula disusunnya Al-Qur’an ialah
oleh Abu Bakar Ashiddiq. Usaha pengumpulan Al-Qur’an pada masa itu terjadi
setelah terjadinya perang Yamamah pada tahun 12 H. Karena pada peperangan itu
telah menewaskan 700 orang sahabat penghafal Al-Quran.
Zaid bin Tsabit, salah seorang
sekertaris Nabi saw, berdasarkan riwayat Bukhari. Setelah perang berdarah
menimpa 700 penghafal Al-Qur’an Zaid diminta bertemu Abu Bakar.Turut hadir juga
Umar,
setelah Abu Bakar selesai bicara Zaid mengajukan keberatannya. Kalimatnya ia
arahkan kepada Umar karena usul itu berasal darinya, “bagaiman mungkin kita
melakukan sesuatu yang belum dilakukan Rasulullah saw” lalu Umar menjawab, “demi Allah ini sesuatu
yang baik.” Dan ketika Umar belum selesai mengucapkan kalimatnya, Allah telah
membukakan pintu hati Zaid tentang perlunya penghimpunan Al-Qur’an.Kemudian Abu
Bakar memerintahkan Zaid untuk melacak Al-qur’an.
Maka Zaid pun memeriksa Al-Quran dan menumpulkan
kepingan-kepingan dan mendatangi orang-orang yang menhafalnya. Setelah
melakukan itu semua Zaid mengumpulkan semua kepingan-kepingan ayat, nyatalah
bahwasanya ada suatu ayat yang aku dengar dari Rasul tetapi tidak tertulis
dalam kepingan. Setelah beberapa lama mencari, Zaid bertemu dengan seorang
Anshar berbnama Abu Khuzaimah ibn Aus Al-Anshary. Ayat itu ialah :
Maka Zaid pun memeriksa
Al-Qur’an dan mengumpulkan
kepingan-kepingannya dan mendatangi
orang-orang yang menghafalnya. Sesudah
aku lakukan usaha
itu dan aku
kumpulkan segala kepingan
tersebut, nyatalah bahwa
ada suatu ayat
yang aku dengar
dari Rasul tetapi
tidak tertulis dalam
kepingan. Aku melanjutkan
pencarian, sehingga aku
mendapatkannya pada seorang
Anshar yaitu Abu
Khuzaimah ibn Aus Al
–Anshary.
Dalam melaksanakan
tugasnya, Zaid sangat berhati-hati dalam mengumpulkan setiap ayat yang
dikumpulkannya, ia tidak menerima ayat yang hanya berdasarkan hafalan saja
tanpa di dukung dengan tulisan[2].
Sikap kehati-hatian Zaid itu sebenarnya berasal dari pesan Abu Bakar kepada
Zaid dan Umar, Abu Bakar berkata “Duduklah kalian dipintu masjid, siapa yang
datang kepada kalian membawa catatn Al-Quran dengan dua saksi maka catatlah”.
Lembaran hasil
pengumpulan Al-Quran itu kemudian disimpan di tangan Abu Bakar hingga wafatnya,
setelah itu berpindah ke tangan Umar sewaktu masih hidup, dan selanjutnya
berada di tanagn Hafsah bin Umar.
D. Kodifikasi Al-Quran Pada Masa Utsman bin Affan
Pada masa Utsman terjadi perbedaan dalam
bacaan Al-Qur’an pada salinan-salinannya. Selama ekspedisi militer ke Armenia
dan Azerbaijan perselisihan ini muncul di kalangan tentara-tentara muslim, yang
sebagian direkrut dari siria dan sebagian lagi dari irak, perselisihan ini
cukup serius hingga menyebabkan pimpinan muslim, Hudzaifah, melaporkannya
kepada khalifah Utsman dan mendesaknya agar segera mengambil langkah guna
mengakhiri perbedaan-perbedaan bacaan tersebut. Khalifah lalu berembug dengan
sahabat senior Nabi saw, dan akhirnya menugaskan Zaid bin Tsabit “mengumpulkan”
Al-Qur’an. Bersama zaid, ikut bergabung tiga angggota keluarga makkah terpandang
: Abdullah bin Zubair, Sa’id Al-Ash, ban Abd Rahman bin Al-Harits.
Melihat itu semua, lalu Utsman berinisiatif membentuk “Panitia
empat” Keputusan Utsman membentuk
panitia empa tyang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,Sa’id bin Al-Ash dan
Abdurrahman bin Al-Harist, adalah
sebagai langkah konkret
untuk mengatasi kenyataan
pahit yang terjadi.
Untuk
itu Utsman segera melakukan Ijma’untuk qiraat yang
akan di tetapkan
atas satu huruf. Maka di ambillah mushaf yang ada pada
Hafsah, atasperintah Utsman mereka menyalin mushaf Abu Bakar
yang di bawa oleh Hafsah. Tulisan itu
dalam bahasa Quraisy, karena dengan
bahasa tersebut Al-Qur’an
di turunkan.
Adapun para ahli
sejarah pernah berpendapat
bahwa antara Zaid
dan Sa’id tidak
terjadi pendapat kecuali
hanya mengenai satu huruf
yang terdapat dalam
surat Al-Baqarah,Zaidmembaca: At Taabutu sedangSaid membacaAt Tabuhu kemudian di
pilihkan bacaanZaid bin Tsabit
karena ia adalah penulis wahyu.
Badan
yang di bentuk Utsman
itu menjalankan tugasnya hingga
selesai sekitar tahun 25H sampai 30H.
Dan ulama yang
lain mengatakan antara tahun
24 dan akhir
25H. Pada masa Utsman di kenal “Mushaf Imam”.
Utsman memutuskan agar mushaf-mushaf
yang beredar adalah mushaf yang memennnuhi persyaratan berikut:
o Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad.
o Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakhdan ayat tersebut
tidak diyakini dibaca kembali dihadapan
Nabi saw pada saat-saat terakhir.
o Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampppu mencakup qira’at
yang berbeda sesuai dengan lafazh-lafazh
Al-Qur’an ketika turun.
o Kronologi surat dan ayat seperti yang di kenal
sekarang ini. Berbeda dengan
mushaf Abu Bakar yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf Utsmani.
Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an
dihilangkan.misalnya yang di tulis di mushafsebagian sahabat yang merasa juga
menulis makna ayat atau penjelasan nasikh-mansukh didalam mushaf[3].
E. Usaha Lanjutan dalam Penyempurnaan Mushaf Usmani
Tulis menulis dalam kalangan orang
Arab Jahiliyah amat sedikit.Yang pertama belajar menulis di antara orang Arab
ialah Basyr ibn Abdul Malik, ia belajar kepada orang Al-Anabar.Tulisan orang
Al-Anabar ketika itu diperbaiki (disempurnakan) karena tulisan itu tidak
berbaris dan bertitik.
Islam terus menerus berkembang baik
wilayah maupun pemeluknya. Banyak orang non Arab yang telah masuk islam, maka
dari itu benturan-benturan kultural antara masyarakat Arab dengan orang-orang
‘ajam (non-Arab) tidak dapat dielakan. Sebab, dikalangan masyarakat Islam
terutama orang non Arab sering terjadi kesalahan dalam melafalkan ayat-ayat
Al-Quran.Dengan adanya masalah seperti itu maka timbulah usaha untuk memberikan
pungtuasi (tanda-tanda baca) dikalangan para ulama ketika itu.
Dalam hal ini ada beberapa pendapat
tentang siapa ulama yang pertama kali berupaya untuk melakukannya :
1.
Abu
Amr al-Daniy dalam hal ini mengemukakan bahwa, tidak mustahil apabila penulisan
titik (sebagai tanda baca) dimulai oleh para sahabat Nabi.
2.
Banyak
juga ulama yang berpendapat bahwa orang yang pertama melakukan hal itu adalah
Abu al-Awad al-Du’ali, dialah sebagai ulama ahli pertama dalam bidang kaidah
bahasa Arab atas perintah khalifah Ali bin Abi Thalib. Menurut suatu riwayat
mengatakan bahwa Abu al-Aswad al-Du’ali pernah mendengar seseorang di Basrah membaca
ayat Al-Quran dengan cara yang salah, sehingga merubah semua pengertian dan
maksud yang terkandung dalam ayat yang dibaca itu. Kesalahan orang tersebut
disebabkan karena tidak adanya tanda baca yang menunjukan bagaimana seharusnya
ayat tersebut dibaca.
Sejak kejadian itulah Abu al-Aswad
al-Du’ali mulai melakukan pekerjaannya, dan hasilnya sampai kepada pembuatan
tanda fathahberupa satu titik diatas huruf, tanda kasrah satu
titik dibawah huruf, dan tanda dhomah berupa tanda titik disamping
huruf, dan tanda sukun berupa dua titik[4]
Dapat disimpulkan yaitu diantara
nama-nama diatasyang terlebih dahulu meletakan titik dan harakat atau tanda
baca lainnya, bahwasanya mereka semua itu telah ikut andil dalam upaya menutup
kemungkinan terjadinya kekeliruan didalam membaca Al-Quran, sekaligus
memperbagus dan memperindah rasm Al-Quran. Karena itu suatu hal yang kurang
logis dan kurang rasional kalau dikatakan hanya Abu al-Aswad al-Du’ali saja
tanpa yang lain. Sedangkan Abu al-Aswad sendiri hanyalah merupakan sebuah mata
rantai pertama dalam proses penyempurnaan rasm ‘Utsmany menuju kemudahan
dalam membaca Al-Quran yang benar.
F. Sekitar Pencetakan Al-Quran
Sebelum
ditemukan mesin cetak, Al-Qur’an disalin dan diperbanyak
dari Mushaf Utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan
ini berlangsung sampai abad ke-16 M.
Kini mushaf Al-Quran tidak lagi menggunakan tulisan
tangan, karena telah banyak mesin-mesin cetak yang khusus untuk mencetak
Al-Quran dan itu semua telah tersebar di berbagai Negara-negara yang
mayoritasnya muslim. Al-Quran pertama sudah mulai dicetak di Negara bagian
Eropa tepatnya yaitu di kota Bunduqiyah (Italia) pada tahun 1530 M. Tetapi
begitu mushaf cetakan itu muncul kekuasaan gereja pada masa itu mulai kembali
berkembang dan memliki rencana untuk membasmi musahf-mushaf Al-Quran.
Namun dalam pendapat lain juga mengatakan bahwasanya
awal mula pencetakan Al-Quran dilakukan pada tahun 1694 M, Hinkelman mencetak
mushaf di Hambourg (jerman). Pada
tahun 1698 M, Merracci juga mencetak Al-Quran di kota Podova (Italia Utara). Sayangnnya,
tidak satu pun dari mushaf yang dicetak itu dikenal oleh orang dalam dunia
Islam.
Ketika mushaf Al-Quran telah banyak dicetak, masih saja
ada yang berkepentingan untuk menulis mushaf dengan tangan dan kembali
mengadakan penyempurnaan terhadap tanda baca tulisan Al-Quran. Dari pernyataan
di atas dapat dikemukakan beberapa hal, antara lain yaitu sebagai
berikut :
1.
Pemberian
tanda baca pada mushaf Al-Quran yang dilakukan oleh Abu al-Aswad al-Du’ali,
selaku pemuka dari kalangan tabi’in.
2.
Tahap
berikutnya, timbul usaha untuk memberikan titik pada semua huruf Al-Quran yang
di anggap penting untuk diberi harakat. Usaha ini dilakukan oleh Yahya bin
Ya’mur dan Nashr bin Ashim.
3.
Selanjutnya
dilanjutkan oleh Khalil bin Ahmad, yaitu mengganti titikatas huruf dengan fathah,
titk dibawah huruf diganti dengan huruf ya’ kecil sebagai tanda kasrah,
titik disamping huruf diganti dengan waw kecil di atas huruf sebagai
tanda baca dhamah, pemberian tanda sukun berupa mim kecil diatas huruf,
dan pemberian tanda tasydid berupa sin kecil diatas huruf, begitu
pula dengan tanda maad (bacaan panjang) dibuat pada masa itu.
Cetakan Al-Qur’an yang banyak
dipergunakan di dunia islam pada zaman sekarang ini adalah cetakan Mesir yang
juga dikenal dengan edisi Raja Fuad karena dialah yang memprakarsainya.
Edisiiniditulisberdasarkan Qira’at Ashim riwayat Hafs dan pertama kali
diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/1925 M.
BAB III
PRNUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
Kodifikasi dan pencetakan Al-Quran dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan atau perbandingan kodifikasi
Al-Qur’an yang terjadi
pada masa pemerintahan
Khalifah Abu Bakar
dan Khalifah Utsman
bin Affan. Dan terdapat perbedaan
yang lainnya dalam setiap tingkatan sahabat dan Tabi’in. Yang paling menonjol
ialah dalam hal penyebab atau alasan dan hasil dari kodifikasi Al-Qur’an tersebut.Dan pada awal percetakan Al-Quran
mengalami berbagai macam cobaan yang menghambat proses percetakan Al-Quran.
B. Pesan dan Saran
Pesan dan saran yang dapat
penulis sampaikan ialah :
Mari kita sama-sama
belajar Al-Quran dan mengamalkan semua yang terkandung di dalamnya, ada sebuah
pepatah mengatakan bahwa “Ilmu tiada amalan bagai pohon yang tak berbuah”.
Jagalah Al-Quran dengan
sebaik mungkin, karena Al-Quran itu adalah pedoman bagi seluruh umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA
i.
Manna’ Khalil Al
Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an,
Pustaka Litera Antar Nusa, Jakarta, 1994.
ii.
Kamaluddin Marzuki, Ulum Al-Qur’an, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1994.
iii.
Fahd Bin Abdurrahman Ar
Rumi, Dr, Ulumul Qur’anstudi kompleksitas
Al-Qur’an, Titian Ilahi Press, Jakarta.
iv.
H.St.Amanah, Dra, Pengantar Ilmu Al-Qur’andan Tafsir, CV
Asyifa’, Semarang, 1993
v.
Kahar Masyhur, Drs, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, Rinneka
Cipta, Jakarta, 1993.
vi.
Teungku Muhammad Hasbi
As Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Al-Qur’andan Tafsir, Pustaka Rizki Putra, Semarang,1999.
vii.
Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an, Rhinneka
Cipta, Jakarta, 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar