Senin, 17 Desember 2012

KODIFIKASI DAN PENCETAKAN AL-QURAN



KATA PENGANTAR


Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat beserta salam semogga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Yang selalu kita nantikan syafa’atnya dihari akhir nanti.

Dalam makalah yang kami beri judul “KODIFIKASI DAN PENCETAKAN AL-QURAN” ini secara khusus guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Al-Quran. Besar harapan kami, makalah ini dapat menambah khazanah khususnya di dalam Sejarah Islam.

Ucapan terima kasih kepada Bapak Drs.H.Abd.Madjid,Msi. Yang telah memberikan bimbingannya. Serta teman-teman semua yang telah bersedia meluangkan waktu hingga makalah ini selesai.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya kami sadar masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk penyusunan makalah yang selanjutnya. Semoga  apa yang kami paparkan dalam makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.





DAFTAR ISI








BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Umat Islam mempercayai bahwa Al-Qur'an adalah penutup wahyu Allah yang diperuntukan bagi manusia yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril.
Al-Quran tidak turun secara keseluruhan melainkan secara berangsur-angsur selama duapuluh dua tahun dua bulan duapuluh dua hari, pada perjalanannya Al-Qur’an mengalami penulisan (pencetakan dalam bentuk teks). Penulisan Al-Qur’an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang berlanjut pada masa khalifah Abu Bakar sampai kepada masa khalifah Utsman bin Affan.
Pada masa pemerintahan selain Abu Bakar dan Utsman bin Affan tidak terjadi perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al-Qur’an. Kodifikasi Al-Qur’an sendiri terjadi pada masa Abu Bakar dan pada masa Utsman bin Affan terdapat beberapa perbedaan penyebab perbedaan adanya kodifikasi dan hasil dari kodifikasi yang nanti akan dibahas perbandingan antara kedua Khalifah tersebut . Transformasi menjadi teks yang seperti Al-Qur’an sekarang ini dilakukan pada zaman Utsman bin Affan yang juga disebut Mushaf  Utsmani

B.     Rumusan Masalah

Dari uraian diatas kita bisa mengambil rumusan masalah, yaitu Bagaimana Proses kodifikasi pada masa Nabi saw, Abu bakar, Utsman bin Affan, dan setelah masa khulafa’u rasyidin ?

BAB II

PEMBAHASAN


A.    Sejarah Kodifikasi Al-Quran

Mushaf Al-Quran yang ada ditangan kita sekarang ini ternyata telah melalui perjalanan yang sangat panjang selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu jaminan atas keotentikan Al-Quran langsung diberikan oleh Allah SWT yang termaktub dalam Al-Quran surah Al-Hijr ayat .

 “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al Quran), dan  kamilah yang akan menjaganya”

B.     Kodifikasi dan Penulisan Al-Quran Pada Masa Rasulullah SAW

Kerinduan nabi atas kehadiran wahyu tidak saja diekspresikan dalam bentuk hafalan, tetapi juga dengan bentuk tulisan. Setiap kali sehabis rasulullah menerima wahyu, rasulullah memanggil beberapa orang sahabat dan rasulullah memerintahkan salah seorang lakai-laki 
Mereka disebut juga sebagai kuttab al-wahyi (para penulis wahyu) diantaranya adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Mu’awiyyah bin Abu Sufyan, Yazid bin Abi sufyan, Kholid bin Sa’id bin Al-Ash, Hanzhalah bin Ar-rabi’, dan lainnya.
Proses penulisan pada masa Nabi sangatlah sederhana, mereka menggunakan alat tulis yang sangat sederhana yang berupa kulit kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan batu. Setelah selesai menulis wahyu tersebut lalu dikumpulkan di kediaman Rasulullah SAW, dan masing-masing dari mereka menyimpan satu naskah.
Pada masa Rasulullah penjagaan Al-Qur’an dilakukan dengan dua cara yaitu :

a.      Al-Jam’u fi al-shudur

Setiap kali Rasulullah menerima wahyu beliau sesegera mungkin menyampaikannya kepada para sahabat untuk kem,udian mereka hafal. Seorang sahabat pernah bekata, “Al-Qur’an diwariskan dari generasi ke generasi dengan hafalan dan bukan dalam bentuk mushaf sesungguhnya anugrah ummat ini.

b.      Al-Jam’u fi al-shutdur

Pada masa Rasulullah, penulisan Al-Qur’an sudah dilakukan secara terpisah-pisah, ayat-ayat Al-Qur’an telah tercatat dalam mushaf-mushaf. Para penulis penulis Al-Qur’an adalah orang-orang pilihan antara yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah SAW.

C.    Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin Khattab

Penulisan Al-Qur’an bukanlah suatu hal yang baru sebab Rasulullah pernah memerintahkannya, hanya saja pada waktu itu Al-Qur’an terpencar-pencara pada pelapah kurma, batu, dan lainnya. Abu Bakar kemudian berinisiatif untuk menghimpun semuanya[1].
Al-Qur’an telah mulai ditulis sejak masa Rasulullah SAW, awal mula disusunnya Al-Qur’an ialah oleh Abu Bakar Ashiddiq. Usaha pengumpulan Al-Qur’an pada masa itu terjadi setelah terjadinya perang Yamamah pada tahun 12 H. Karena pada peperangan itu telah menewaskan 700 orang sahabat penghafal Al-Quran.
Zaid bin Tsabit, salah seorang sekertaris Nabi saw, berdasarkan riwayat Bukhari. Setelah perang berdarah menimpa 700 penghafal Al-Qur’an Zaid diminta bertemu Abu Bakar.Turut hadir juga Umar, setelah Abu Bakar selesai bicara Zaid mengajukan keberatannya. Kalimatnya ia arahkan kepada Umar karena usul itu berasal darinya, “bagaiman mungkin kita melakukan sesuatu yang belum dilakukan Rasulullah saw”  lalu Umar menjawab, “demi Allah ini sesuatu yang baik.” Dan ketika Umar belum selesai mengucapkan kalimatnya, Allah telah membukakan pintu hati Zaid tentang perlunya penghimpunan Al-Qur’an.Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid untuk melacak Al-qur’an.
Maka Zaid pun memeriksa Al-Quran dan menumpulkan kepingan-kepingan dan mendatangi orang-orang yang menhafalnya. Setelah melakukan itu semua Zaid mengumpulkan semua kepingan-kepingan ayat, nyatalah bahwasanya ada suatu ayat yang aku dengar dari Rasul tetapi tidak tertulis dalam kepingan. Setelah beberapa lama mencari, Zaid bertemu dengan seorang Anshar berbnama Abu Khuzaimah ibn Aus Al-Anshary. Ayat itu ialah :
Maka  Zaid pun  memeriksa  Al-Qur’an  dan  mengumpulkan  kepingan-kepingannya  dan  mendatangi  orang-orang   yang   menghafalnya.  Sesudah  aku  lakukan  usaha  itu  dan  aku  kumpulkan   segala  kepingan  tersebut,  nyatalah  bahwa  ada  suatu   ayat  yang  aku  dengar  dari  Rasul  tetapi  tidak  tertulis  dalam  kepingan.  Aku  melanjutkan  pencarian,  sehingga  aku  mendapatkannya   pada  seorang  Anshar   yaitu  Abu  Khuzaimah   ibn  Aus  Al –Anshary.   
Dalam melaksanakan tugasnya, Zaid sangat berhati-hati dalam mengumpulkan setiap ayat yang dikumpulkannya, ia tidak menerima ayat yang hanya berdasarkan hafalan saja tanpa di dukung dengan tulisan[2]. Sikap kehati-hatian Zaid itu sebenarnya berasal dari pesan Abu Bakar kepada Zaid dan Umar, Abu Bakar berkata “Duduklah kalian dipintu masjid, siapa yang datang kepada kalian membawa catatn Al-Quran dengan dua saksi maka catatlah”.
Lembaran hasil pengumpulan Al-Quran itu kemudian disimpan di tangan Abu Bakar hingga wafatnya, setelah itu berpindah ke tangan Umar sewaktu masih hidup, dan selanjutnya berada di tanagn Hafsah bin Umar.

D.    Kodifikasi Al-Quran Pada Masa Utsman bin Affan

Pada masa Utsman terjadi perbedaan dalam bacaan Al-Qur’an pada salinan-salinannya. Selama ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan perselisihan ini muncul di kalangan tentara-tentara muslim, yang sebagian direkrut dari siria dan sebagian lagi dari irak, perselisihan ini cukup serius hingga menyebabkan pimpinan muslim, Hudzaifah, melaporkannya kepada khalifah Utsman dan mendesaknya agar segera mengambil langkah guna mengakhiri perbedaan-perbedaan bacaan tersebut. Khalifah lalu berembug dengan sahabat senior Nabi saw, dan akhirnya menugaskan Zaid bin Tsabit “mengumpulkan” Al-Qur’an. Bersama zaid, ikut bergabung tiga angggota keluarga makkah terpandang : Abdullah bin Zubair, Sa’id Al-Ash, ban Abd Rahman bin Al-Harits.
Melihat itu semua, lalu Utsman berinisiatif membentuk “Panitia empat”  Keputusan Utsman membentuk panitia empa tyang terdiri dari Zaid bin Tsabit,  Abdullah bin Zubair,Sa’id bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harist, adalah  sebagai  langkah  konkret  untuk  mengatasi  kenyataan  pahit  yang  terjadi.  Untuk  itu  Utsman  segera melakukan Ijma’untuk qiraat  yang  akan  di  tetapkan  atas  satu  huruf. Maka di ambillah mushaf yang ada pada Hafsah, atasperintah Utsman mereka menyalin mushaf  Abu Bakar  yang  di  bawa oleh Hafsah. Tulisan  itu  dalam  bahasa  Quraisy, karena  dengan  bahasa  tersebut  Al-Qur’an  di  turunkan.
Adapun  para  ahli  sejarah  pernah  berpendapat  bahwa  antara  Zaid  dan  Sa’id  tidak  terjadi  pendapat  kecuali  hanya mengenai satu huruf  yang  terdapat  dalam  surat  Al-Baqarah,Zaidmembaca: At Taabutu sedangSaid membacaAt Tabuhu kemudian  di  pilihkan bacaanZaid  bin  Tsabit  karena  ia  adalah penulis  wahyu.  Badan  yang  di bentuk  Utsman  itu  menjalankan tugasnya hingga selesai sekitar tahun  25H  sampai  30H.  Dan  ulama  yang  lain mengatakan  antara  tahun  24  dan  akhir  25H.  Pada  masa Utsman di kenal “Mushaf   Imam”.
Utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf yang memennnuhi persyaratan berikut:
o   Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad.
o   Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakhdan ayat tersebut tidak  diyakini dibaca kembali dihadapan Nabi saw pada saat-saat terakhir.
o   Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampppu mencakup qira’at yang  berbeda sesuai dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika turun.
o   Kronologi surat dan ayat seperti yang di kenal sekarang ini. Berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf  Utsmani.
 Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan.misalnya yang di tulis di mushafsebagian sahabat yang merasa juga menulis makna ayat atau penjelasan nasikh-mansukh didalam mushaf[3].

E.     Usaha Lanjutan dalam Penyempurnaan Mushaf Usmani

Tulis menulis dalam kalangan orang Arab Jahiliyah amat sedikit.Yang pertama belajar menulis di antara orang Arab ialah Basyr ibn Abdul Malik, ia belajar kepada orang Al-Anabar.Tulisan orang Al-Anabar ketika itu diperbaiki (disempurnakan) karena tulisan itu tidak berbaris dan bertitik.
Islam terus menerus berkembang baik wilayah maupun pemeluknya. Banyak orang non Arab yang telah masuk islam, maka dari itu benturan-benturan kultural antara masyarakat Arab dengan orang-orang ‘ajam (non-Arab) tidak dapat dielakan. Sebab, dikalangan masyarakat Islam terutama orang non Arab sering terjadi kesalahan dalam melafalkan ayat-ayat Al-Quran.Dengan adanya masalah seperti itu maka timbulah usaha untuk memberikan pungtuasi (tanda-tanda baca) dikalangan para ulama ketika itu.
Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang siapa ulama yang pertama kali berupaya untuk melakukannya :
1.      Abu Amr al-Daniy dalam hal ini mengemukakan bahwa, tidak mustahil apabila penulisan titik (sebagai tanda baca) dimulai oleh para sahabat Nabi.
2.      Banyak juga ulama yang berpendapat bahwa orang yang pertama melakukan hal itu adalah Abu al-Awad al-Du’ali, dialah sebagai ulama ahli pertama dalam bidang kaidah bahasa Arab atas perintah khalifah Ali bin Abi Thalib. Menurut suatu riwayat mengatakan bahwa Abu al-Aswad al-Du’ali pernah mendengar seseorang di Basrah membaca ayat Al-Quran dengan cara yang salah, sehingga merubah semua pengertian dan maksud yang terkandung dalam ayat yang dibaca itu. Kesalahan orang tersebut disebabkan karena tidak adanya tanda baca yang menunjukan bagaimana seharusnya ayat tersebut dibaca.
Sejak kejadian itulah Abu al-Aswad al-Du’ali mulai melakukan pekerjaannya, dan hasilnya sampai kepada pembuatan tanda fathahberupa satu titik diatas huruf, tanda kasrah satu titik dibawah huruf, dan tanda dhomah berupa tanda titik disamping huruf, dan tanda sukun berupa dua titik[4]
Dapat disimpulkan yaitu diantara nama-nama diatasyang terlebih dahulu meletakan titik dan harakat atau tanda baca lainnya, bahwasanya mereka semua itu telah ikut andil dalam upaya menutup kemungkinan terjadinya kekeliruan didalam membaca Al-Quran, sekaligus memperbagus dan memperindah rasm Al-Quran. Karena itu suatu hal yang kurang logis dan kurang rasional kalau dikatakan hanya Abu al-Aswad al-Du’ali saja tanpa yang lain. Sedangkan Abu al-Aswad sendiri hanyalah merupakan sebuah mata rantai pertama dalam proses penyempurnaan rasm ‘Utsmany menuju kemudahan dalam membaca Al-Quran yang benar.

F.     Sekitar Pencetakan Al-Quran

Sebelum ditemukan mesin cetak, Al-Qur’an disalin dan diperbanyak    dari  Mushaf Utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung  sampai abad ke-16 M.
Kini mushaf Al-Quran tidak lagi menggunakan tulisan tangan, karena telah banyak mesin-mesin cetak yang khusus untuk mencetak Al-Quran dan itu semua telah tersebar di berbagai Negara-negara yang mayoritasnya muslim. Al-Quran pertama sudah mulai dicetak di Negara bagian Eropa tepatnya yaitu di kota Bunduqiyah (Italia) pada tahun 1530 M. Tetapi begitu mushaf cetakan itu muncul kekuasaan gereja pada masa itu mulai kembali berkembang dan memliki rencana untuk membasmi musahf-mushaf Al-Quran.
Namun dalam pendapat lain juga mengatakan bahwasanya awal mula pencetakan Al-Quran dilakukan pada tahun 1694 M, Hinkelman mencetak mushaf di Hambourg (jerman). Pada tahun 1698 M, Merracci juga mencetak Al-Quran di kota Podova (Italia Utara). Sayangnnya, tidak satu pun dari mushaf yang dicetak itu dikenal oleh orang dalam dunia Islam.
Ketika mushaf Al-Quran telah banyak dicetak, masih saja ada yang berkepentingan untuk menulis mushaf dengan tangan dan kembali mengadakan penyempurnaan terhadap tanda baca tulisan Al-Quran. Dari pernyataan di atas dapat dikemukakan beberapa hal, antara lain yaitu sebagai berikut :
1.      Pemberian tanda baca pada mushaf Al-Quran yang dilakukan oleh Abu al-Aswad al-Du’ali, selaku pemuka dari kalangan tabi’in.
2.      Tahap berikutnya, timbul usaha untuk memberikan titik pada semua huruf Al-Quran yang di anggap penting untuk diberi harakat. Usaha ini dilakukan oleh Yahya bin Ya’mur dan Nashr bin Ashim.
3.      Selanjutnya dilanjutkan oleh Khalil bin Ahmad, yaitu mengganti titikatas huruf dengan fathah, titk dibawah huruf diganti dengan huruf ya’ kecil sebagai tanda kasrah, titik disamping huruf diganti dengan waw kecil di atas huruf sebagai tanda baca dhamah, pemberian tanda sukun berupa mim kecil diatas huruf, dan pemberian tanda tasydid berupa sin kecil diatas huruf, begitu pula dengan tanda maad (bacaan panjang) dibuat pada masa itu.
Cetakan Al-Qur’an yang banyak dipergunakan di dunia islam pada zaman sekarang ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad karena dialah yang memprakarsainya. Edisiiniditulisberdasarkan Qira’at Ashim riwayat Hafs dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/1925 M.

BAB III

PRNUTUP


A.    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan Kodifikasi dan pencetakan Al-Quran dapat disimpulkan  bahwa  terdapat  perbedaan  atau  perbandingan  kodifikasi  Al-Qur’an  yang  terjadi  pada  masa  pemerintahan  Khalifah  Abu  Bakar  dan  Khalifah  Utsman  bin  Affan. Dan terdapat perbedaan yang lainnya dalam setiap tingkatan sahabat dan Tabi’in. Yang paling menonjol ialah dalam hal penyebab atau alasan dan hasil dari kodifikasi Al-Qur’an  tersebut.Dan pada awal percetakan Al-Quran mengalami berbagai macam cobaan yang menghambat proses percetakan Al-Quran.

B.     Pesan dan Saran

Pesan dan saran yang dapat penulis  sampaikan ialah :
Mari kita sama-sama belajar Al-Quran dan mengamalkan semua yang terkandung di dalamnya, ada sebuah pepatah mengatakan bahwa “Ilmu tiada amalan bagai pohon yang tak berbuah”.
Jagalah Al-Quran dengan sebaik mungkin, karena Al-Quran itu adalah pedoman bagi seluruh umat manusia.

DAFTAR PUSTAKA


i.                    Manna’ Khalil Al Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Pustaka Litera Antar Nusa, Jakarta, 1994.
ii.                  Kamaluddin Marzuki, Ulum Al-Qur’an, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994.
iii.                Fahd Bin Abdurrahman Ar Rumi, Dr, Ulumul Qur’anstudi kompleksitas Al-Qur’an, Titian Ilahi Press, Jakarta.
iv.                H.St.Amanah, Dra, Pengantar Ilmu Al-Qur’andan Tafsir, CV Asyifa’, Semarang, 1993
v.                  Kahar Masyhur, Drs, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, Rinneka Cipta, Jakarta, 1993.
vi.                Teungku Muhammad Hasbi As Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’andan Tafsir, Pustaka Rizki Putra, Semarang,1999.
vii.              Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an, Rhinneka Cipta, Jakarta, 1993

           


[1] Jalaluddin As-syuyuti, Al-Itqanfi UlumAl-Qur’an, Dar Al-Fikr, beirut, t.t., jilidIhlm. 60
[2]Al-Qhaththan, op. Cit., hlm. 126.
[3]Marzuki, op. Cit., hlm. 76
[4] Manna’a khalil al-qhatthan, mabahits fi ‘ulum al-quran, (beirut: al-Syarikah al-Muttahidah li al-Tauzi,1973), h.150

Tidak ada komentar:

Posting Komentar